Donderdag 23 Mei 2013

MAKALAH TETANUS NEONATURUM



MAKALAH
TETANUS NEONATURUM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Askeb Neo
Dosen Pengampu : Vitrianingsih,S.S.T

Unriyo_baru.jpg
Kelompok 6
Kelas A8.5
                        11150190                 Ayu Fatmawati
                        11150                       Ely Wulandari
                        11150                       Tika Sary
                        11150                       Irma Kumalasari               
                        11150                      Yessi Nur Rachma Wati
                        11150                      Elistiary

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA















KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME yang telah berkenan memberi petunjuk dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Tetenus Neoturum”
Dalam penulisan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik, namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.


Jogyakarta 13 Maret 2013












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
BAB1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………...1
1.2 Tujuan Umum…………………………………………………………2
1.3 Tujuan khusus…………………………………………………………3
BABII PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian……………………………………………………………4
2.1.2 Etiologi………………………………………………………………5
2.1.3 Faktor Resiko………………………………………………………..5
2.1.4 Epidemiologi………………………………………………………...6
2.1.5 Patologi……………………………………………………………...6
2.1.6 Gambaran Klinis…………………………………………………….6
2.1.7 Pencegahan…………………………………………………………..7
2.1.8 Penatalaksanaan……………………………………………………..9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………...13
3.2 Saran………………………………………………………………….14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...15








BABI

PENDAHULUAN

I. I. Latar Belakang

Bayi neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta kurangnya perawatan bayi baru lahir
Contoh penyakit yang sering didapatkan  pada neonatus yaitu Tetanu neonatorum masih banyak terdapat di negara-negara sedang membangun termasuk Indonesia dengan kematian bayi yang tinggi dengan angka kematian 80 %. Di Indonesia pada saat ini persalinan yang ditolong di rumah sakit hanya 10 – 15 %, 10 % lagi ditolong oleh bidan swasta, sedangkan sisanya 75 – 80 % masih ditolong oleh dukun. (Rustam Mochtar, 1998)
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian. Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah usia satu bulan. Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, akan tetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Tetanus juga terjadi pada bayi, dikenal dengan istilah tetanus neonatorum, karena umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu bulan (neonatus). Penyebabnya adalah spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan.WHO menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas. Tingginya angka kematian sangat bervariasi dan sangat tergantung pada saat pengobatan dimulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada.
Tetanus neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR) sangat tinggi. Pada kasus teanus neonatorum angkanya mendekati 100 %, terutama yang mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanus neonatorum yahng dirawat di rumah sakit diindonesia bervariasi dengan kisaran 10,8 – 55 %. (Abdul Bari Saifuddin, 2000)
Dengan tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang tenaga medis, terutama seorang bidan dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama atau pelayanan asuhan kebidanan yang sesuai dengan kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum.
Pemerintah bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian tetanus neonatorum dengan jalan memberikan 2 kali vaksinasi tetanus toksoid selama hamil. Diharapkan bidan dapat membantu upaya pemerintah sehingga dapat menurunkan angka kematian bayi karena tetanus sampai akhir tahun 2000, menjadi kurang dari 1 %. Dikemukakan bahwa angka kematian karena tetanus dapat dijadikan ukuran bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dalam satu daerah dan secara umum pada negara tersebut.(Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
I.2     Tujuan
1)   Mengetahui teori tentang pengertian Tetanus Neonaturum
2)     Mengetahui penyebab, faktor predisposisi, gejala, patofisiologi, komplikasi dan penatalaksanaan Tetanus Neonaturum

1.3    RUMUSAN MASALAH
1) Apakah yang dimaksud dengan  Tetanus Neonaturum?
2) Apakah yang dapat menyebabkan terjadinya Tetanus Neonaturum


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Tetanus Neonaturum
2.1.1. Pengertian
Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanus  yang berarti kencang atau tegang.Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik paralisis yang disebabkanoleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus berdasarkan gejalaklinisnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus generalisasi (umum), tetanus local dantetanus sefalik. Bentuk tetanus yang paling sering terjadi adalah tetanus generalisasi dan jugamerupakan bentuk tetanus yang paling berbahaya Neonatal (berasal dari neos  yang berarti baru dan natus yang berarti lahir)merupakan suatu istilah kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak bayilahir hingga usia 28 hari kehidupan.Tetanus neonatorum merupakan suatu bentuk tetanus generalisasi yang terjadi padamasa neonatal.
Tetanus Neonaturum adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru lahir (neonatus). Tetanus neonatorum penyebab kejang yang sering dijumpai pada BBL yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi akibat pemotongan tali pusat atau perawatan tidak aseptic (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
 Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari Saifuddin, 2000)
Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Clostridium Tetani  memasuki tubuh bayi baru lahir melalui tali pusat yang kurang terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai umur 28 hari, kriteria kasus TN berupa sulit menghisap ASI, disertai kejang rangsangan, dapat terjadi sejak umur 3-28 hari tanpa pemeriksaan laboratorium. (Sudarjat S, 1995).
Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat dicegah namun dapat berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi eksotoksin dari kuman Clostridium tetani gram positif, dimana kuman ini mengeluarkan toksin yang dapat menyerang sistem syaraf pusat.
2.1.2. Etiologi
Penyebabnya adalah hasil klostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000) bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung pada tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman Tetanus Neonatorum. (Sudarjat S, 1995).
2.1.3. Faktor Resiko
  a) Pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program.
b ) Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat.
    c)  Perawatan tali pusat tidak memnuhi persyaratan kesehatan.


2.1.4. Epidemiologi
Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul, gram positip. Dapat bergerak dan membentuk sporaspora, terminal yang menyerupai tongkat penabuh genderang (drum stick). Spora spora tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan yang merugikan termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan otoklaf. Kuman ini dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan tidak terpapar sinar matahari, selain dapat ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar dan traktus digestivus manusia serta hewan.
2.1.5. Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.
2.1.6. Gambaran Klinik
Masa tunas biasanya 5-14 hari, kadang-kadang sampai beberapa minggu jika infeksinya ringan. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam penyakit menjadi nyata dengan adanya trismus (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Pada tetanus neonatorum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan berat. Anamnesis sangat spesifik yaitu :
1.   Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat menghisap).
2.   Mulut mencucu seperti mulut ikan.
3.   Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis.
4.   Kaku kuduk sampai opistotonus.
5.   Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang.
6.   Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka thisus sardonikus
7.   Ekstermitas biasanya terulur dan kaku.
8.   Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-kadang menangis lemah.
2.1.7. Pencegahan
2.1.7.1. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih
alas, dan bersih alat .
1. Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.
2. Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran..
3. Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 ‘ dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.
2.1.7.2. Perawatan tali pusat yang baik
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 – 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan terjadi infeksi.
2.1.7.3. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi .
Tabel Pemberian Imunisasi TT dan Lamanya Perlindungan
Dosis
Saat Pemberian
% Perlindungan
Lama Perlindungan
TT1
TT2
TT3

TT4
TT5
Pada kunjungan pertama atau sedini mungkin pada kehamilan Minimal 4 minggu setelah TT1
Minimal 6 bulan setelah TT2 atau selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT3 atau selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT4 atau selama kehamilan berikutnya
0
80 %
95 %

99 %

99 %
Tidak ada
3 tahun
5 tahun
10 tahun
selama usia subur

2.1.8. Penatalaksanaan
1. Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.
2. Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
3. Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.
4. Perawatan Tali pusat
Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %.
5. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan pernafasan, kebutuhan nutrisi/cairan dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.Gangguan pernafasan yang sering timbul adalah apnea, yang disebabkan adanya tenospasmin yang menyerang otot-otot pernafasan sehingga otot tersebut tidak berfungsi. Adanya spasme pada otot faring menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut sehingga memudahkan terjadinya poneumonia aspirasi. Adanya lendir di tenggorokan juga menghalangi kelancaran lalu lintas udara (pernafasan). Pasien tetanus neonatorum setiap kejang selalu disertai sianosis terus-menerus. Tindakan yang perlu dilakukan :

a. Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal dibawah bahunya.
b. Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit jika sedang terjadi kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan lebih tinggi dapat sampai 4 L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan lagi).
c. Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang dan memudahkan penghisapan lendirnya.
d. Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
e. Observasi tanda vital setiap ½ jam .
f. Usahakan agar tempat tidur bayi dalam keadaan hangat.
g. Jika bayi menderita apnea :
 a) Hisap lendirnya sampai bersih
b) O2 diberikan lebih besar (dapat sampai 4 L/ menit)
Letakkan bayi di atas tempat tidurnya/telapak tangan kiri penolong, tekan-tekan bagian iktus jantung di tengah-tengah tulang dada dengan dua jari tangan kanan dengan frekuensi 50 – 6 x/menit.
Bila belum berhasil cabutlah sudut lidahnya, lakukan pernafasan dengan menutup mulut dan hidung bergantian secara ritmik dengan kecepatan 50 – 60 x/menit, bila perlu diselingi tiupan.

6. Kebutuhan nutrisi/cairan
Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhi kebutuhan makananya perlu diberikan infus dengan cairan glukosa 10 %. Tetapi karena juga sering sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus 1,5 % dengan perbadingan 4 : 1. Bila keadaan membaik, kejang sudah berkurang pemberian makanan dapat diberikan melalui sonde dan selanjutnya sejalan dengan perbaikan bayi dapat diubah memakai dot secara bertahap.
7. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan ada tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan harganya cukup mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan pencegahan tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran Depkes. Kemudian perlu diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik.












BAB III

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Tenanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Cl ostridium tetani (Mansjoer, 2000).
Menurut Surasmi (2003), tetanus neonatorum adalah penyakittetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia 0-1 bulan). Penyebab tetanus adalah Cl ostridium tetani,yang  infeksinya biasa terjadi melalui luka dari tali pusat.
Dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat tradisional seperti abu dankapur sirih, daun-daunan dan sebagainya.Masa inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tetapi bisa berkurang atau lebih. Gejalaklinis infeksi tetanus neonatorum umumnya muncul pada hari ke 3 sampai ke 10 (Surasmi, 2003).
            Tindakan pencegahan yang paling efektif adalah melakukanimunisasi dengan tetanus toksoid (TT) pada wanita calon pengantin dan ibu hamil. Selain itu, tindakan memotong dan merawat tali pusat harus secara steril.Pemberian asuhan keperawatan pada bayi berisiko tinggi: tetanus neonatorum difokuskan pada upaya penanganan dari tanda dan gejala penyakit yang diderita untuk tindakan pemulihan fisik klien. Penentuan diagnosa harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diberikan secara maksimal dan mendapatkan hasil yangdiharapkan. Pemberian asuhan keperawatan bayi berisiko tinggi: tetanus neonatorum secara umum bertujuan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi yang bisa terjadi.Oleh karena itu, dibutuhkan kreativitas dan keahlian dalam pemberian asuhan keperawatan dan kolaborasikan dengan tim medis lainnya yang bersangkutan.






3. 2 Saran
Adapun saran yang dapat kelompok berikan adalah :
1.      Bagi Bidan yang akan memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan penyakit tetanus neonatorum harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian- bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada bayi yang perlu ditekankan.
2.      Bidan juga memberikan pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu ataukeluarga dari anak tentang bahaya tetanus dan penyuluhan untuk melakukan persalinan di rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, atau pelayanan kesehatanlainnya agar terhindar dari infeksi tetanus pada anaknya akibat penggunaan alat
3.      Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit, Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan ada tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan harganya cukup mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan pencegahan tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran Depkes. Kemudian perlu diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik.






DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.
Sudarti.2010. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Balita.yogyakarta:Nuha Medika.
Fauziah, Afroh dan Sudarti.2012.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak.Yogyakarta: Nuha Medika
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.2002.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.



 





Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking